Oleh: Muhammad Risman
Ketua Forum Komunikasi Pemuda (FKP)
Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara
Permasalahan aset milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buton yang berada di wilayah Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau, terus menjadi perbincangan publik khususnya di kedua daerah ini. Sebelumnya, juga sudah banyak catatan penulis tentang permasalahan aset yang dimuat dalam beberapa media, hingga ini terus dipermasalahkan.
Penyelesaian aset tidak akan mendapat jalan bersama jika semua bertahan dengan argumentasi masing-masing. Oleh karena itu, pada awalnya penulis sudah mengharapkan ada peranan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara menjadi mediator dalam penyelesaian aset Pemkab Buton yang berada di wilayah Pemkot Baubau sesuai UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa Pemprov dalam hal ini Gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah. Tapi kenapa kemudian, yang mediasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia.
Pemermasalahan utama, menurut KPK, melalui Tim Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Wilayah VII, ini mengenai kewenangan perintah Undang-Undang. Sehingga keterlibatan KPK menjadi alternatif penyelesaian yang sudah sejak lama dipermasalahkan. Apalagi proses penyerahan aset Pemkab Buton kepada Pemkot Baubau, yang ditandatangani oleh Bupati Buton dan Wali Kota Baubau dan diketahui oleh Gubernur Sultra dan disaksikan langsung oleh wakil ketua KPK RI Prof La Ode Muhammad Syarif, SH, LL,M, Ph.D, Kepala Kejaksaan Tinggi Sultra Mudim Aristo, SH, MH, dan Korwil VII Korsupgah KPK RI Adlinsyah Malik Nasution di ruang rapat kerja Gubernur Sultra, tahun 2019 lalu.
Tindaklanjuti dari hasil kesepakatan antara Bupati Buton dan Wali Kota Baubau kemudian diteruskan oleh Gubernur Sultra kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Mendagri RI), untuk dapat diproses. Inilah kemudian, yang ditunggu oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buton untuk kemudian dibahas dengan sebaik-baiknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bukan langsung seperti menyegel dan memberikan ultimatum seperti pernyataan Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Baubau, melalui akun Facebook Pemkot Baubau beberapa hari lalu.
Bahasa ultimatum, sejujurnya itu bahasa kasar yang seakan Pemkab Buton tidak merasa memiliki atas apa yang ada di wilayah Pemkot Baubau. Sama seperti daerah lainnya dan Perlu diingat, Pemkab Buton dan Pemkot Baubau hanya dipisahkan secara admininstratif, secara kewilayahan dan itu merupakan tujuan bersama dalam rangka mensukseskan pembentukan Provinsi Kepulauan Buton (Kepton). Siapapun tidak ada yang bisa membantah itu.
Baca Juga: Masalah Aset Pemkab Buton di Kota Baubau, Tak Perlu Disoalkan Antar Daerah
Jadi, sangat diharapkan kepada Pemkot Baubau untuk coba memikirkan kembali atas apa yang sudah dilakukan untuk memberikan ultimatum terhadap Pemkab Buton dengan memberikan deadline waktu yakni selama 21 hari untuk mengosongkan aset tanah dan bangunan yang telah menjadi kesepakatan, dimulai pada hari Rabu (13/1/2021) sampai dengan tanggal 2 Februari 2021. Meksipun, Pemkot Baubau akan melakukan penertiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Baca Juga: Ketua DPRD Buton: Tanpa Ada Surat Perintah Kemendagri, Saya Tidak Akan Lakukan Paripurna Aset
Hal ini, teringat cerita-cerita para leluhur kita yang pernah di dengarkan bahwa daerah Buton harus dibangun dengan semangat bersama “Bolimo Karo Sumanamo Lipu” yang kini menjadi akronim daerah. Wilayah Kota Baubau merupakan satu kesatuan bersama daerah hasil pembentukan Daerah otonomi Baru (DOB) lainnya dari Kabupaten Buton.
Namun, jika alasan Sekda Kota Baubau Dr Roni Muhtar, M.Pd kepada sejumlah media di ruang kerjanya Rabu (13/1/2021) mengakui, ultimatum pengosongan bangunan rumah dinas hasil limpahan Pemkab Buton ke Pemkot Baubau yang berada di Kota Baubau merupakan tindaklanjut arahan Korsupgah wilayah VII KPK RI dan sesuai dengan Peraturan Walikota Baubau Nomor 105 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengamanan dan Pemeliharaan Barang Milik Daerah di Lingkungan Pemkot Baubau. Maka apa semangat PO-5, Po Ma-masiaka (saling menyanyangi), Po Pia-piara (saling memelihara), Po mae-maeaka (saling menghargai), Po Angka-angkataka (saling mengangkat harkat) dan Po Binci-binciki Kuli (toleransi).
Baca Juga: Hariasi Salad: Penyegelan Sisa Aset Pemkab Buton di Baubau Adalah Tindakan Company
PO-5 yang katanya merupakan nilai-nilai budaya yang sarat makna dalam kehidupan masyarakat Buton, seperti tidak bermakna oleh Pemkot Baubau dalam penyelesaian aset Pemkab Buton diwilayah Kota Baubau. Sangat disadari, namanya peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain harus dilaksanakan sesuai tata pemerintahan tetapi dengan cara-cara yang baik sesuai PO-5 tersebut, jangan hanya menjadi simbolis tanpa pelaksanaan. Maka harapan terakhir penulis yang bukan ultimatum, marilah kita bersama membangun daerah ini, kiranya demikian.