BUTON, BUTONSATU.com - Sebuah terobosan dilakukan Kepala Desa (Kades) Wasuemba, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, La Tuni.
Dengan Dana Desa (DD), ia menyulap wisata pantai lahonduru menjadi lebih indah dengan hadirnya jembatan lingkar di dalamnya.
Jembatan tersebut dibangun dengan anggaran Rp200 Juta. Dan di hari jumat kemarin (05/02/2021), jembatan tersebut diresmikan langsung oleh Bupati Buton La Bakry.
Pembangunan destinasi wisata untuk meningkatkan perekonomian desa dengan menggunakan DD memang diperbolehkan. Hal ini sudah diperkuat melalui Permendesa PDTT Nomor 7 Tahun 2020 yang merupakan perubahan kedua terhadap Permendesa PDTT Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.
Gagasan Kades Wasuemba, La Tuni tersebut mendapat pujian dari La Bakry. Hal itu, menurut dia, adalah sebuah gagasan yang bagus dan perlu dicontoh.
Karena dibangun menggunakan DD, La Bakry menyarankan kepada Pemdes Wasuemba agar membuat regulasi pemungutan biaya masuk di area tersebut. Tentu berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata dan Bagian Hukum Setda Buton.
"Karena ini sudah ada infrastrktur yang dibangun oleh desa, maka desa boleh membuat peraturan desa tentang pungutan. Jadi siapa yang masuk di sini harus membayar karcis ke desa," ujar La Bakry.
Ia mencontohnya, beberapa desa di Bali, di Jawa, dengan diinvestasi seperti itu dapat menguntungkan hingga puluhan miliar tiap tahunnya untuk desa.
La Bakry yakin, kawasan wisata Lahonduru akan mendatangkan banyak wisatawan jika dipromosikan dengan baik.
"Apalagi ini ada ikan purbanya. Desa juga nanti bisa menyiapkan pakan. Nanti siapa yang datang dan ingin memberi makan ikan, maka itu pakan bisa dijual. Ini juga merupakan sumber pendepatan bagi desa," tuturnya.
"Pokoknya nanti dikelola dengan baik. Kasi kulinernya juga. Buatkan WC yang bersih supaya orang bisa nyaman dan berlama-lama berkunjung di sini," sambung La Bakry.
Kemudian, lanjut orang nomor satu di Buton itu, di area wisata Lahonduru boleh dibangunkan penginapan, dengan syarat hanya suami-istri yang diperbolehkan menginap.
"Kita boleh bisnis mengembangkan pariwisata, tapi harus dalam suasana bingkai islami. Kalau ada yang menginap di sini, tanya mana surat nikahnya. Ada tidak. Kalau tidak, tidak boleh. Karena yang boleh nginap di sini harus yang sah," imbuhnya.
Ia pun meminta Kepala Dinas Pariwisata Rusdi Nudi agar memberikan perhatian serius terhadap pengembangan wisata Lahonduru itu.
"Pak Kadis, agar ini lebih indah lagi boleh kita intervensi. Misalnya kita bantu jalannya atau apanya, supaya menggambarkan ini destinasi yang layak dikunjungi. Termasuk areal pantainya itu merupakan satu kawasan jadi coba dibantu. Kalau ada ahli yang bisa mendesain, dibikin dulu master planningya supaya kawasan ini pada suatu saat seperti ini jadinya. Nanti anggaran kita bisa minta juga dari Dinas Pariwasata Provinsi (Sultra) bahkan DAK juga," pintanya.
Sementara itu, Kepala Desa Wasuemba, La Tuni dalam laporannya menyampaikan bahwa, pihaknya sengaja menfokuskan DD untuk pembangunan kawasan wisata Lahonduru.
Lahonduru sengaja harus dibuat menarik karena sejak awal telah menjadi DPL atau kawasan terlindungi yang dalam bahasa setempat disebut "kaombo".
Luas "kaombo" tersebut lebih kurang 1 kilomoter dari bibir pantai ke arah laut, dan membentang sekitar 2 kilometer ke arah Tanjung Pemali. Oleh masyarakat Desa Wasuemba, sudah 12 tahun menjaga kawasan tersebut dari aktivitas masyarakat luar.
"Biota laut di kawasan kaombo sudah kami jaga kurang lebih 12 tahun. Dan sampai saat ini terumbu karangnya masih terus terjaga," kata La Tuni.
La Tuni mulai fokus membenahi wisata Lahonduru sejak tahun 2019. Dan di tahun yang sama, pihaknya berhasil membangun WC dan lima gazebo.
Kemudian di tahun 2020, La Tuni bersama masyarakatnya berinisiatif lagi membangun jembatan lingkar wisata sepanjang 87 meter dengan menggunakan DD sisa Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid-19.
"Jadi Pak Bupati, jalan dan jembatan dan apa yang ada di sini merupakan hasil kebersamaan kami di desa selama ini," ucap La Tuni kepada Bupati La Bakry.