Catatan Akhir Pekan Oleh Erwin Usman
SELALU saja ada yang menarik dari kisah jatuh bangun kehidupan seseorang dalam menempuh pendidikan. Bermula, dari kisah yang dibagikan Syafruddin Pohan. Dosen di jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Dia seorang Doktor.
Dibanyak komentar mahasiswa dan mantan mahasiswanya, via kolom sosial media, di kampus dia dikenal sebagai dosen baik. Yang tidak pernah marah. Mengenakan topi ala Pak Tino Sidin dan gesper adalah ciri khasnya di kampus. Itu juga terlihat dari sejumlah fotonya di akun FB miliknya
Kisah itu dikirim pada Selasa, 19 Januari 2021 di grup Facebook Alumni FISIP USU. Dengan judul: "Maafkan Bapak, Nak". Lalu, diteruskan oleh akun IG @anakusu pada Senin (25/1/2021).
Apa ceritanya?
Pak Pohan, panggilan akrab Syafruddin, mengisahkan tentang Nurul. Ini mahasiswanya. Nurul yang mahasiswa angkatan 2013 itu, sedianya akan menyerahkan tugas kuliahnya. Sebagai kelengkapan tugas akhir skripsinya. Sesuai janji Nurul via Whatsapp (WA), tugas tersebut akan diantar ke kampus pada pukul 13.30 WIB.
Namun, tunggu punya tunggu Nurul belum juga datang. Hingga waktu yang dimufakati. Akhirnya, Pak Pohan memilih untuk pulang ke rumahnya. Di tengah perjalanan, Nurul mengirim WA.
[Mohon maaf Pak telat ke kampus, karena rental di penjilidan mati lampu]
"Wah, ini modus, pikirnya lamat-lamat. Sering mahasiswa seperti ini, beraneka macam dalihnya pada dosen," tulis Pak Pohan.
Lalu, lewat WA, Nurul meminta alamat lengkap rumah Pak Pohan untuk mengantarkan tugasnya. Pak Pohan berpikir, "Biasanya orang zaman now minta "serlok" (share location), tapi Nurul minta alamat saja,". Ada yang aneh. Pikirnya. Selanjutnya Pak Pohan mengirimkan alamat rumahnya. Lokasinya, di daerah Medan Selayang, Kota Medan.
Beberapa menit kemudian Pak Pohan tiba di rumahnya. Dia lalu menunggu setengah jam. Nurul belum datang juga. Lantas dia masuk ke kamar untuk merebahkan badan. Karena letih seharian di kampus. Tidurnya lelap.
Sampai kemudian, istrinya masuk kamar dan membangunkannya. Matanya masih terpejam. Namun sayup terdengar, "Ayah, bangunlah jumpai sebentar, ada mahasiswa nunggu. Dia naik sepeda ...," kata istrinya.
Refleks Pak Pohan bangkit dan melongok ke pagar. Benar. Ada Nurul, mahasiswanya datang dengan menuntun sepeda. Lalu, dia keluar membuka pagar dan mempersilahkan Nurul masuk.
Percakapan kemudian memantik haru. Pak Pohan yang awalnya berprasangka buruk (suudzon) Nurul sedang mengerjainya. Ternyata, mahasiswanya ini anak yatim piatu. Yang sedang berjuang menyelesaikan tugas akhir agar bisa sarjana. Di tengah bayang-bayang kesulitan biaya.
Nurul Hasanah nama lengkapnya. Dia lahir pada tahun 1995. Kini, usianya 25 tahun. Dia bungsu dari 3 bersaudara. Kedua kakaknya sudah menikah. Dia tinggal sendirian dia rumah peninggalan orang tuanya, di Kampung Sayur, Tembang, Kabupaten Deli Serdang. Kedua kakaknya bermukim tak jauh dari rumahnya.
Ayahnya meninggal dunia saat dia kelas 4 Sekolah Dasar. Akibat penyakit diabetes. Ibunya menyusul berpulang pada saat dia masih duduk di bangku SMA. Karena kanker. Jadilah dia yatim piatu.
Sepeninggal orang tuanya kehidupan Nurul menjadi sulit. Namun, dia tak menyerah. Tetap bertekad menyambung sekolahnya. Hingga diterima di jurusan Ilmu Komunikasi FISIP USU. Tahun 2013.
Sedianya Nurul selesai kuliah tahun 2017. Namun, faktor biaya menjadi kendalanya. Dia jadi sering absen kuliah. Karena tak ada biaya untuk bolak-balik dari rumahnya di Deli Serdang ke Kota Medan. Bila dilihat di Google maps jarak ini sekitar 22 kilometer. Butuh kira-kira sejam perjalanan bila naik motor. Bila memakai sepeda tentu lebih lama lagi.
Untuk membiayai kuliahnya dia menjadi guru mengaji. Di Rumah Tanfidz Al Quran, di Jalan Darussalam Kota Medan. Dan membuka privat mengaji di rumahnya. Dia dibayar Rp 1 juta per bulan. Mengajar setiap Senin sampai Jumat. Untuk ke kampus dan ke tempat mengajar mengaji di Medan, dari rumahnya di Deli Serdang dia menggunakan sepeda. Ini untuk menghemat biaya.
Sepeda itu pun bukan miliknya. Tapi dipinjam dari tetangganya. Yang rumahnya tidak muat menaruh sepeda itu. Jadi dititip ke rumah Nurul. Butuh waktu 1,5 jam perjalanan ditempuh untuk jarak dari Kabupaten Deli Serdang ke Medan. Bolak balik.
Sebenarnya, dia bisa saja mengandalkan bantuan dari kakak dan pamannya. Tapi, itu tidak dilakukannya karena tidak enak. Masalahnya, kakak dan pamannya juga sedang dalam kondisi sulit.
"Saya tidak enak hati merepotkan mereka terus,” katanya.
Di kampus, Nurul sejatinya mendapat beasiswa. Namun itu hanya cukup untuk biaya kebutuhan sehari-hari. Karena soal biaya ini juga, pada tahun 2017 dia cuti kuliah satu tahun --2 semester. Dan dia memilih bekerja. Sebagai pramuniaga di toko pakaian milik teman kuliahnya, di Medan.
Suatu ketika, saat mengantar temannya itu ke kampus untuk mengurus skripsi, Nurul bersemuka dengan kepala Jurusan Ilmu Komunikasi, Dewi Kurniawati. Mengetahui kondisi Nurul, Dewi menasihatinya: supaya menyelesaikan kuliahnya. Dan menemuinya di kampus. Nurul pun semangat lagi. Dia esoknya menemui Bu Dewi di kampus, lalu setelahnya dia kembali aktif kuliah.
Menurut Nurul, semangatnya kuliah, kembali bertunas ketika dia mengingat ayat suci Al Quran surat Ar-Rad ayat 11.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri. Lalu saya berikhtiar dan berdoa,” ujar dia.
Semangat lainnya, dia ingat kedua almarhum orang tuanya. Juga pada keluarga dan mereka yang selama ini telah membantu dalam kehidupannya.
Pada Selasa, 2 Pebruari 2021, Nurul insya Allah akan menjalani sidang akhir skripsinya. Perjuangan selama 7 tahun kuliah, dibayang-bayangi kesulitan dana, kini telah hampir mencapai simpul akhir.
"Wisuda sarjana ini insya Allah saya persembahkan pada kedua almarhum orang tua saya. Juga keluarga yang telah membantu saya sejauh ini. Semoga kelak dapat bermanfaat."
Begitulah yang terjadi di kehidupan ini. Tidak semua mahasiswa berasal dari keluarga mampu. Semoga nasib baik berpihak padamu Nurul. Maafkan bapak ya Nurul. Karena sudah membuka "topeng" betapa kerasnya hidup ini. Kalimat ini ditulis Pak Pohan, mengakhiri statusnya di FB. Dia minta maaf, karena telah berprasangka buruk sebelumnya pada Nurul.
Atas ungkapan dan dukungan Pak Syafruddinpohan, Nurul lantas membalas dengan ucapan terima kasih. Lewat akun FB dan IG-nya, pada Selasa (26/1/2021) dia menulis dengan judul: "Terima Kasih, Bapak".
---
"Terima Kasih, Bapak"
Siapa sangka, Allah menggerakkan hati seorang dosen, sekaligus seorang bapak, yang tersentuh melihat keadaan salah seorang mahasiswanya.
Kemampuan jari jemari dalam menyusun rangkaian kata2 indah, yang mampu menembus sanubari setiap orang yg membaca. Tentu tak kan banyak orang yg tersentuh dan tergerak, bila bukan tulus dari hati yang terdalam. Kebaikan hati bapak telah menembus hati setiap orang pak :)
Banyak diluar sana orang2 hebat yang lebih luar biasa ceritanya. Lebih luar biasa perjuangannya. Namun ada yg terekspos media, ada yang tidak.
Alhamdulillaah semua dalam kuasa Allah.
Manusia hanya berusaha berbuat apa yg menurutnya terbaik yg bisa dilakukan.
Cerita hari ini hanya sekelumit cerita yang diri sendiri ini tidak sangka akan menginspirasi banyak orang. Sungguh masih banyak hal yg harus dipelajari dan dibenahi bagi diri ini. Jangan sungkan untuk berbagi nasihat yaa. Harapannya, semoga ada pesan kebaikan yang bisa diambil..
Terima kasih bapak.. :) telah menorehkan cerita yg tidak akan nurul lupa .. Goresan kata2 bapak yg telah mempertemukan nurul dengan banyak orang2 berhati mulia :)
Terima kasih buat semuanya yang namanya tidak bisa Nurul sebutkan satu persatu :) untuk saat ini, Allahlah sebaik2 pembalas atas doa, dukungan, semangat dan motivasi yg telah diberikan untuk Nurul :)
Jazaakumullaahu khayran katsiiran
---
Untuk Nurul, dari saya satu kalimat: "Selesaikan dengan baik apa yang telah dimulai". Semoga Nurul lulus ujian skripsi. Dan segera wisuda, peroleh gelar sarjana. Semangat!