BUTON, BUTONSATU.com - Seorang warga Desa Wasuemba, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Fajar mengaku kecewa terhadap sikap Kepala Desa Wasuemba La Tuni yang tidak memberikan Surat Pengantar Nikah (N1) kepadanya.
Fajar mengaku telah dua kali mengurus Surat Pengantar Nikah dari desa, namun hingga kini surat tersebut tak kunjung didapatkan.
"Seharusnya seorang pemimpin itu memberikan pelayanan yang baik kepada warganya. Sebab tugas pemerintah memang untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan baik," tulis Fajar dalam rilisnya kepada media ini, Kamis (23/9/2021).
Parahnya lagi, alasan yang diberikan pemerintah desa kepada Fajar, dinilai tidak masuk akal.
"Saya tidak habis pikir dengan alasannya itu. Sebab dia tidak menjelaskan secara detail alasannya hingga saat ini belum mengeluarkan Surat Pengantar Nikah kepada saya," ujarnya.
BACA JUGA:
Hal itu disesalkan juga oleh La Pudo (ayah dari Fajar-red). Kata dia, anaknya sudah lebih dari sepekan melakukan pengurusan N1 di desa. Namun, seakan tidak pernah dilayani dengan baik oleh Kepala Desa.
"Anak saya lebih dari sepekan mengurus Surat Pengantar Nikah di desa, tapi hingga saat ini N1 itu tidak juga dikeluarkan oleh pemerintah desa," katanya.
Gara-gara itu, lanjut La Pudo, anaknya melakukan pindah wilayah di Kecamatan Pasarwajo demi mendapatkan Surat Izin Nikah, yang pestanya direncanakan tanggal 4 Oktober mendatang.
La Pudo juga merasa kecewa terhadap sikap Kades La Tuni yang tidak pernah melibatkannya dalam kegiatan-kegiatan desa.
"Saya juga tidak memahami dan tidak mengerti apa maksud dan tujuan dari Kepala Desa Wasuemba sehingga saya diperlakukan seperti ini," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Desa Wasuemba La Tuni saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon membenarkan hal itu. Ia mengatakan bahwa selama ini keluarga La Pudo tidak pernah lagi menganggap dan menghargai Pemerintah Desa dan juga Lembaga Adat Desa Wasuemba.
"Kenapa saya tidak berikan Surat Izin Nikah untuk Fajar karena disaat mereka membuat suatu kegiatan (pesta-red) mereka tidak memerlukan orang tua disini (tokoh adat-red), sementara mereka tinggalnya di Wasuemba, bagaimana dengan perasaan orang tua disini kasian. Kami juga dari pemerintah desa, disaat mereka melakukan suatu acara kami juga tidak dikonfirmasi," katanya.
Sehingga, lanjut La Tuni, atas persoalan tersebut pihaknya akan melakukan pemanggilan terlebih dahulu kepada keluarga La Pudo, baru selanjutnya akan mengeluarkan Surat Izin Nikah terhadap Fajar.
"Bukannya saya tidak mau buat, tapi mereka harus selesaikan dulu persoalan yang ada di desa ini, karena dia kan masyarakat Desa Wasuemba, KTP Desa Wasuemba, tapi jika dia membuat suatu kegiatan (pesta-red), tapi tidak melibatkan pemerintah desa, berarti bisa dikatakan dia bukan warga Desa Wasuemba, bagaimana perasaannya kita," ucapnya.
"Jika saya ini tidak dianggap sebagai keluarga atau seorang adik, tapi paling tidak hargai pemerintah desa, karena dalam diri saya ini ada logo Garuda yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah daerah, jikalau dia melakukan suatu kegiatan tidak memerlukan orang tua dan pemerintah desa apakah itu tidak lain-lain, bagaimana perasaannya kita yang dia libatkan bukan warga disini tapi melainkan warga dari luar kampung," sambung La Tuni.
Nanti di saat butuh persyaratan dari desa, masih La Tuni, baru koordinasi dengan desa.
"Pak Desa itu kan diangkat oleh rakyat dipilih oleh rakyat. Pertanyaannya apakah saya akan bertolakbelakang dengan rakyatku kah atau saya mau mengikuti dia demi kepentingan pribadinya dan itu butuh waktu," imbuhnya.
Agar tidak terjadi lagi persoalan seperti itu, lanjut La Tuni, harus ada pengakuan dari Keluarga La Pudo bahwa ia bagian dari masyarakat Desa Wasuemba.
"Akui bahwa saya ini (La Pudo-red) masyarakat Desa Wasuemba dan setiap kali melakukan kegiatan saya butuh masyarakat Desa Wasuemba bukan masyarakat dari luar kampung. Itu saja, sebenarnya tidak ada masalah karena kami juga tidak pernah merasa jengkel dan benci terhadap orang lain," tutupnya.