BUTON, BUTONSATU.com - Bertepatan dengan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Pembinaan Desa Wisata se-Sultra, Ratusan warga Desa Wabula dan Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, melakukan aksi demonstrasi di Pelataran Gedung Kesenian Wabula 1, Kamis (31/3/2022).
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Buton itu rencananya bakal dibuka langsung oleh Gubernur Sultra H. Ali Mazi, SH bersama Bupati Buton Drs. La Bakry, M.Si dan telah dihadiri perwakilan 17 Kabupaten/kota serta para tamu undangan lainnya tersebut harus terhenti karena masa aksi menerobos Pelataran Gedung Kesenian Wabula 1 yang menjadi tempat pelaksanaan kegiatan.
Dalam aksi itu, ratusan masa menuntut Gubernur Sultra, Bupati Buton dan Dinas Pariwisata Kabupaten Buton agar status kepemilikan destinasi wisata Lahonduru yang saat ini masih menjadi polemik antara Pemerintah Desa (Pemdes) Wasuemba dengan masyarakat hukum adat Desa Wabula dan Wabula 1 agar segera diselesaikan.
Dalam orasinya, korlap aksi Leos David menyampaikan, agar pengembangan pariwisata Lahonduru di Desa Wasuemba segera dihentikan karena status kepemilikan lahan berada di atas tanah ulayat masyarakat hukum adat Wabula.
"Ini yang menjadi aspirasi masyarakat adat Wabula yang meminta agar pengembangan pariwisata di Pantai Lahonduru dihentikan karena itu merupakan tanah ulayat masyarakat hukum adat Wabula. Sehingga, kami meminta kepada Gubernur Sultra dan Bupati Buton segera menyelesaikan persoalan ini," kata Leos David dalam aksinya.
Lanjut, menurut Leos David, bahwa pengembangan wisata Pantai Lahonduru tidak bisa dibangun secara sepihak oleh Pemdes Wasuemba yang tidak lagi mempercayai hukum adat Wabula serta menekankan agar Pemkab Buton, khususnya Dinas Pariwisata Kabupaten Buton menghentikan pengembangan wisata Pantai Lahonduru yang sampai saat ini masih terjadi konflik.
"Hentikan pembangunan wisata di lokasi Pantai Lahonduru, kecuali harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan Lembaga Adat Wabula karena lokasi disana itu bukan kepunyaan masyarakat Desa Wasuemba maupun Pemdes Wasuemba tetapi melainkan kepunyaan lembaga adat Wabula," ujarnya.
Dalam aksinya itu, Leos David menyayangkan sikap Plt Kadis Pariwisata Kabupaten Buton yang seakan tidak menghargai keberadaan Lembaga Adat Wabula karena dalam melakukan pengembangan wisata di Pantai Lahonduru selalu tidak berkoordinasi dengan pihak Lembaga Adat Wabula.
Hal senada juga disuarakan Aldo Wabula bahwa menurutnya, Destinasi wisata Pantai Lahonduru merupakan hak milik ulayat masyarakat hukum adat Wabula, sehingga masyarakat Desa Wasuemba maupun Pemdes Wasuemba tidak memiliki legalitas atas kepemilikan lokasi pantai Lahonduru tersebut.
"Masyarakat Wasuemba maupun pihak Pemdes nya tidak memiliki legalitas atas kepemilikan lokasi pantai Lahonduru, sehingga semua proses pengembangan wisata di lokasi Pantai Lahonduru itu harus dihentikan terlebih dahulu," ungkap Aldo Wabula.
Masih kata Aldo Wabula, bahwa saat ini yang mempunyai kadie adalah masyarakat Wabula, sehingga konflik yang terjadi didalam masyarakat lahir karena Pemkab Buton dan Pemerintah Kecamatan Wabula tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah, itu terlihat dari beberapa dilakukan proses mediasi bersama Bupati Buton tidak pernah melahirkan solusi.
Demikian pula diungkapkan oleh orator-orator lainnya seperti Ovan Momi dan Juardin Wabula yang meminta agar Bupati Buton, Dinas Pariwisata Kabupaten Buton, Camat Wabula bisa menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara Pemdes Wasuemba dan Lembaga Adat Wabula serta meminta agar pengembangan pariwisata di Pantai Lahonduru untuk sementara waktu dihentikan.
Untuk diketahui, gerakan demonstrasi masyarakat Wabula dan Wabula 1 yang terjadi pada hari ini lahir secara spontanitas atas tindakan pencabutan patok batas di sekitar lokasi Pantai Lahonduru yang diduga dilakukan oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.
Sebelumnya, Rabu (30/3/2021) kemarin, ratusan masyarakat Desa Wabula dan Wabula 1 memasang patok batas di sekitar lokasi Pantai Lahonduru yang menjadi hak ulayat hukum adat Wabula. Namun, pada malam harinya patok batas tersebut telah dicabut oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Hingga berita ini ditulis, pihak awak media belum bisa mengkonfirmasi Plt Kadis Pariwisata Rusdi Nudi sebagai pihak penyelenggara. Saat dihubungi melalui via teleponnya Rusdi Nudi belum bisa berkesempatan mengangkat telepon selulernya.